Kamis, 07 April 2011

BI Mencium Kejanggalan Kasus Citibank

VIVAnews - Citibank kembali disorot. Bank asing beraset Rp55,7 triliun per Desember 2010 itu dihadapkan dua kasus yang terjadi hampir bersamaan.
Pertama, terkait dugaan penggelapan dana nasabah sekitar Rp17 miliar oleh mantan Relationship Manager Citibank, Inong Malinda atau Melinda Dee. Dia diduga mengaburkan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap slip transfer penarikan dana pada beberapa rekening nasabahnya.

Kedua, meninggalnya Irzen Octa. Sekjen Partai Pemersatu Bangsa (PPB) itu meninggal dunia Selasa 29 Maret 2011, setelah menanyakan jumlah tagihan kartu kredit Citibank yang membengkak hingga Rp100 juta dari semula Rp48 juta. Sebelum meninggal, dia sempat diinterogasi penagih utang atau debt collector Citibank.

Atas dua kasus itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya memanggil petinggi Citibank. Dewan Gubernur Bank Indonesia dan Kepolisian RI pun dihadirkan dalam rapat dengar pendapat di Komisi Keuangan dan Perbankan DPR itu.

Rapat pertama digelar pada Selasa malam 5 April dan berlanjut Rabu siang hingga malam, 6 April 2011. Dalam rapat tersebut, anggota dewan 'menggempur' manajemen Citibank dengan serbuan pertanyaan atas dugaan pembobolan dana nasabah hingga tewasnya Irzen Octa.

Sayangnya, rapat selama dua hari itu akhirnya belum menghasilkan keputusan apa pun hingga ditutup pukul 21.15 WIB, Rabu. Komisi Keuangan dan Perbankan DPR hanya menghasilkan kesepakatan menggelar rapat lanjutan pada Kamis, 7 April 2011.

Wakil Ketua Komisi XI DPR yang membidangi Keuangan dan Perbankan, Harry Azhar Aziz mengatakan, rapat membahas tiga poin masalah, yakni kelemahan pengawasan BI, pembobolan Citibank, dan kematian nasabah Citibank. "Komisi XI telah mengidentifikasi tiga masalah yang selanjutnya akan dibahas dalam rapat internal lanjutan besok," kata dia.

Jelang menutup rapat, pemimpin sidang, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasi, mengusulkan pengambilan keputusan dibahas dalam rapat internal. "Kami kembali berdiskusi agar bisa ambil keputusan jernih. Malam ini [Rabu] kami ambil keputusan, besok [hari ini] kami umumkan," tuturnya.

Sebelumnya, dalam rangkaian rapat tersebut, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng, sempat meminta Bank Indonesia menjatuhkan sanksi kepada Citibank. Sanksi tegas selama satu tahun untuk tidak menerbitkan kartu kredit. Tak hanya itu, ancaman pembentukan panitia khusus untuk mengusut kasus ini pun digulirkannya.

***

Dalam rapat tersebut terungkap, Dewan Gubernur BI sebenarnya telah mencium kejanggalan-kejanggalan terkait kasus dugaan penggelapan dana nasabah Citibank oleh Malinda.

"Kami menemukan beberapa prosedur yang tidak dilakukan yang seharusnya dilakukan," kata Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan, Halim Alamsyah, dalam rapat dengan Komisi Keuangan dan Perbankan DPR itu di Jakarta, Rabu 6 April 2011.

Prosedur yang tidak dilakukan Citibank, menurut dia, ada tiga. Pertama, tidak ada supervisi oleh atasan terhadap Malinda Dee. Kedua, ada dugaan penyalahgunaan blanko yang seharusnya tidak boleh ditandatangani dulu oleh nasabah.

Ketiga, adanya penyetoran uang yang dilakukan nasabah melalui Malinda. Tindakan itu tidak boleh dilakukan. Seharusnya untuk penyetoran dana, nasabah harus datang langsung ke teller atau kasir.

BI sudah memberitahu Citibank soal deteksi itu. Bila standard operating procedure (SOP) itu tidak dijalankan, BI bisa menjatuhkan beberapa pilihan sanksi.

Sanksi-sanksi itu adalah tidak boleh atau harus melakukan suatu tindakan dalam konteks private banking, mencabut izin private banking, memberikan sanksi fit and proper test kepada individunya, dan memberikan sanksi pada Citibank sebagai bank.

Selain itu, menurut Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, timbulnya permasalahan bank terutama dipicu oleh tidak diterapkannya pengawasan internal sebagaimana mestinya. Selain tidak adanya supervisi atasan, proses rotasi karyawan juga tidak diimplementasikan.

Bahkan, dia melanjutkan, dual control tidak dilaksanakan sesuai prosedur, dan tidak terdapat proses konfirmasi kepada nasabah. "Peluang terjadinya fraud semakin terbuka dengan adanya kepercayaan nasabah kepada petugas bank yang berlebihan, seperti menyerahkan formulir kosong untuk transfer/pindah buku/tarik tunai yang telah ditanda tangani," tuturnya.

Terhadap penyimpangan-penyimpangan tersebut, menurut Darmin, Bank Indonesia telah memanggil Chief Country Officer dan pejabat terkait. BI juga meminta Citibank untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut tanpa merugikan nasabah.

Tidak hanya itu, dia melanjutkan, BI meminta langkah-langkah perbaikan untuk pengawasan internal bank dan sementara waktu menghentikan penghimpunan masabah baru Citigold. Bank Indonesia juga telah memperbarui profil risiko dan tingkat kesehatan bank. "Saat ini, BI sedang melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengevaluasi internal control bank," ujarnya.

Debt Collector

Berkaitan dengan kasus penagih utang atau debt collector, bank sentral akan mengevaluasi sistem maupun praktik penagihan yang menggunakan pihak ketiga.

Selama ini, BI sebenarnya sudah mengatur ketat praktik penagihan yang tertuang dalam Surat Edaran No.11/10/DSAP Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Intinya, penggunaan jasa penagih hanya dapat dilakukan jika tunggakan kartu kredit telah tergolong kategori "diragukan atau macet".

Selain itu, dalam melakukan penagihan, agen penagih dilarang melakukan cara-cara yang melanggar hukum. Dan apabila terjadi pelanggaran oleh agen penagih, tanggung jawab berada pada pihak penerbit kartu kredit.

Menurut Darmin, BI masih perlu melakukan langkah-langkah penelitian yang lebih mendalam mengenai kepatuhan agen penagih. BI pun tidak segan-segan akan mengenakan sanksi kepada Citibank bila tidak menjalankan aturan sesuai ketentuan yang berlaku.

Hotman Simbolon, Vice President Customer Care Citibank pada kesempatan tersebut membeberkan kronologi kejadian di lantai 5, kantor Citibank di Menara Jamsostek. Kronologi berdasarkan buku catatan tamu dan rekaman CCTV di ruangan tersebut.

Kronologi:

10.24 WIB: Octa tiba di lantai 5, Menara Jamsostek. Octa sempat menunggu di ruang tunggu satpam. Satpam kemudian memanggil seseorang bernama A, salah satu karyawan outsourcing yang bekerja sama dengan Citibank. Octa sempat dimintai KTP-nya dan nomor aduan permasalahan.

11.15 WIB: Octa sendirian menunggu di ruang CLEO, dekat ATM. Ruangan ini transparan.

11.22 WIB: H [tersangka lainnya] memasuki ruang CLEO. Di dalam ruang ini ada negosiasi.

12.55 WIB: Satpam Citibank berinisial A sampai ke lantai 5.

13.21 WIB: Manajemen gedung mengirimkan kursi roda ke lantai 5. Staf Citibank kemudian menghubungi nomor terakhir di HP Octa, karena Citibank tidak bisa menghubungi rumahnya.

13.37 WIB: Dua teman Octa datang ke lantai 5.

13.43 WIB: Salah satu teman Octa memegang nadi Octa dan masih merasakan detak jantung.

13.53 WIB: Satpam A membantu Octa mendudukkan Octa di kursi roda dan dibawa keluar ruangan.

13.54 WIB: Octa didorong keluar dari ruang CLEO dengan kursi roda, dari ruang pertemuan menuju mobil. Pada saat itu, mobil yang digunakan adalah mobil Citibank karena ambulans yang ditelepon tidak datang.

Sekitar 14.35 WIB, dengan perkiraan dari Menara Jamsostek ke RS Mintohardjo sekitar 40 menit, Octa tiba di RS. Dia langsung dibawa ke bagian gawat darurat.

Tim medis kemudian mengambil tindakan. Beberapa saat kemudian Octa dinyatakan telah meninggal. Octa kemudian dibawa ke RSCM.

Jumat, 01 April 2011

Al-Qaeda Sebut Khadafi Pemimpin Gila

VIVAnews - Majalah al-Qaeda, Inspire, terbitan Maret 2011 menampilkan tema pergolakan di Libya. Pada majalah tersebut, pemimpin Libya Muammar Khadafi

dikatakan sebagai orang gila dan pemimpin palsu.

Dilansir dari laman Indian Express, Jumat, 1 April 2011, majalah edisi ke lima yang hanya terbit di internet ini menampilkan sebuah artikel utama yang ditulis oleh ulama besar al-Qaeda, Anwar al-Awlaki, berjudul "Tsunami Perubahan".

Pada artikel ini dikatakan bahwa Khadafi akan jatuh dan akan dikenal oleh sejarah sebagai pemimpin palsu paling gila yang pernah ada. Hal ini, ujar Awlaki, adalah karena berbagai kontradiksi, kebohongan, dan berbagai kebodohan dan konspirasi yang konyol yang telah dilakukannya.

Majalah tersebut juga menghadirkan tulisan dari pemimpin kedua al-Qaeda yang juga mengatakan hal yang sama mengenai Khadafi. Dia mengatakan bahwa Khadafi adalah musuh Allah yang harus dibasmi.

"Kami tidak tahu mana yang lebih lucu. Kontradiksi bahwa Khadafi mengutip dirinya sendiri di dalam buku hijau atau bagaimana dia memulai wawancara dengan BBC dengan tawa yang angkuh," ujar Zawahiri. Buku hijau adalah buku prinsip-prinsip dasar Libya yang ditulis oleh Khadafi.

Al-Qaeda tidak secara langsung mengungkapkan pandangannya terhadap pergolakan di Timur Tengah, namun mereka mengatakan bahwa para pemimpin negara-negara yang bergejolak telah ketahuan belangnya.

"Para musuh Allah yang murtad dan berlagak seperti bintang besar memperlihatkan kepada dunia kebohongan, penipuan dan kepemimpinan tirani mereka," tulis sebuah catatan di majalah tersebut.

Catatan tanpa nama penulis ini mengatakan bahwa warga Libya telah berusaha untuk melawan pemimpin palsu ini untuk alasan yang tepat. Mereka mengatakan bahwa di antara semua diktator Timur Tengah, Khadafi adalah pemimpin terburuk dan terkonyol.

"Kami meminta saudara-saudari kami di Libya untuk meneruskan perlawanan melawan rezim Khadafi dan bersabar sampai tirani runtuh," tulis catatan tersebut lagi.

Majalah berbahasa Inggris ini pertama kali terbit pada bulan Juli yang salah satu artikelnya memuat tulisan Osama bin Laden dan Awlaki. Pada edisi perdana juga terdapat artikel yang berjudul “Make a Bomb in the Kitchen of Your Mom" yang mengajarkan membuat bom pipa dengan bahan seadanya -- yang bahkan bisa ditemukan di dapur rumah.

Majalah ini termasuk ke dalam jaringan media Al Qaeda, Al Fajr Media Center, yang bertujuan untuk memberikan propaganda bagi para militan di negara-negara Barat.

Departemen Pertahanan Dalam Negeri Amerika (DHS) mengaku khawatir penerbitan majalah ini dapat menginspirasi warga Amerika untuk melancarkan serangan di masa depan. (SJ)